JAKARTA – Pemerintah akan mewajibkan PT Pertamina (Persero) untuk membeli minyak yang diproduksi dari seluruh Indonesia, tidak hanya dari jatah pemerintah, namun juga dari jatah kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). KKKS juga diminta pemerintah untuk tidak menjual minyaknya ke luar negeri atau diekspor.
“Arahan Bapak Presiden untuk lifting minyak KKKS dibeli Pertamina seluruhnya, tidak diekspor. Jadi tidak hanya jatah pemerintah. Sisanya (jatah KKKS) dibeli,” kata Agung Pribadi, Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di kantor Kementerian ESDM Jakarta, Selasa (14/8).
Setelah mendapatkan arahan tersebut, Kementerian ESDM akan segera berkoordinasi dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (SKK Migas) untuk merumuskan aturan mainnya.
Menurut Agung, pemerintah menyadari akan ada beberapa dampak dan penyesuaian yang harus dilakukan, baik oleh Pertamina maupun KKKS, apabila kebijakan tersebut dilaksanakan nantinya. Pasalnya, ada kontrak impor yang disepakati Pertamina maupun kontrak ekspor oleh KKKS yang sudah terlanjur dilakukan.
“Nanti akan difasilitasi dengan regulasi oleh SKK Migas. Mudah-mudahan dalam waktu dekat bisa diselesaikan,” ungkap Agung.
Saat ini dari rata-rata produksi siap jual atau lifting minyak sebesar 800 ribu barel per hari (bph), kontribusi Pertamina hanya sekitar 20%. Itu sebelum Pertamina mendapat penugasan mengelola blok-blok migas yang habis kontrak (terminasi) pada 2018 hingga 2026.
Data Pertamina rata-rata impor yang dilakukan setiap bulannya dalam produk gasoline adalah sebesar sembilan juta barel. Untuk minyak mentah, Pertamina harus mengimpor sebanyak 400 ribu bph untuk kemudian diolah di kilang yang dikelola.
Impor minyak mentah dan gasoline menjadi masalah besar terhadap kestabilan nilai tukar rupiah. Jika Pertamina tidak membeli minyak dari luar negeri, maka dolar AS diharapkan tidak keluar jadi peredarannya di dalam negeri. Saat ini nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus tertekan. Bahkan pada Selasa (14/8), nilai tukar rupiah tembus Rp14.630 per dolar AS.
Menurut Agung, pemerintah berharap kebijakan larangan ekspor minyak akan memberikan dampak positif terhadap kondisi rupiah dan devisa negara. “Nantinya setelah rangkaian ini dilakukan, ujungnya kestabilan rupiah serta peningkatan devisa negara,” ungkap Agung.
Wisnu Prabawa Taher, Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, mengatakan SKK Migas siap menjalankan perintah dari pemerintah dan segera menyiapkan aturan lebih lanjut.
“Kami akan memfasilitasi pengaturan lebih lanjut dengan semua stakeholder. Detailnya akan menyusul,” tandas Wisnu.(RI)
Komentar Terbaru