JAKARTA – PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum akan mengandalkan seluruh pembiayaan transaksi divestasi saham PT Freeport Indonesia dari pinjaman. Proyeksi investasi jangka panjang di tambang Grasberg, Papua diyakini membuat Inalum tidak akan sulit mendapatkan pinjaman.
Orias Petrus Moedak, Direktur Keuangan Inalum, mengatakan saat ini penentuan lembaga peminjam masih dibahas dan diseleksi. Inalum memastikan akan memilih lembaga kredibel serta yang menawarkan bunga murah.
“Diusahakan enggak pakai uang sendiri. Kalau punya uang, mending pakai uang sendiri atau minjam? Ya pinjam. Kalau kurang baru uang kami. Kalau kamu punya barang EBITDA-nya US$4 miliar, semua orang mau,” kata Orias di Jakarta, Senin (23/7).
Lebih lanjut Orias menjelaskan sumber dana pinjaman nantinya akan diprioritaskan berasal dari luar negeri. Bukan perkara bank asing atau bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang dipilih, akan tetapi asal aliran dana.
Jika menggunakan dana dalam negeri dikhawatirkan akan menganggu neraca pembayaran serta kurs rupiah. Pasalnya transaksi jual beli akan dilakukan dalam mata uang dolar Amerika Serikat.
“Logikanya saya akan lebih murah (bunganya) kalau pinjamnya offsore (aliran dana dari luar negeri), kan pendapatan Freeport juga pakai dolar. Cari dana yang paling murah,” ungkap Orias.
Dia mengatakan sudah banyak perbankan yang menyatakan minat untuk mendanai divestasi Freeport. Nantinya meskipun banyak sindikasi yang terlibat, term and condition peminjam dana akan disamaratakan. “Walaupun banyak, tapi satu term dan bunganya sama,” tukas Orias.
Budi Gunadi Sadikin, Direktur Utama Inalum, mengatakan Inalum sudah menerima indicative offer letter dari perbankan atas pinjaman yang dibutuhkan.
Pada awalnya Inalum memang mengundang keikutsertaan perwakilan bank BUMN nasional, namun setelah diskusi dengan pemerintah juga menyarankan agar sumber dana untuk membiayai saham Freeport berasal dari luar negeri.
“Memang banyak berita yang beredar yang menurut saya kurang tepat. Bank BUMN mundur dari transaksi sehingga persepsinya salah. Sebenarnya kami diminta untuk memprioritaskan pinjamannya itu tidak dari dalam negeri. Supaya tidak memberatkan neraca pembayaran dan juga tidak menekan kurs,” papar Budi.
Orias menekankan tidak akan ada pembayaran akuisisi saham sebelum seluruh poin divestasi yang disepakati rampung. Mulai dari perubahan Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) diterbitkannya peraturan untuk kepastian stabilitas investasi dan penerimaan negara lebih besar, kepastian pembangunan smelter hingga penyelesaian masalah lingkungan.
“Jadi pasti sama-sama beres pokoknya nanti, seperti dijelasin sama pak Budi. Itu akan bersamaan,” tandas Orias.(RI)
Komentar Terbaru