JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bersama dengan PT PLN (Persero) menyepakati untuk tidak akan menambah pembangkit listrik bertenaga batu bara atau Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) baru di Pulau Jawa. Ketetapan tersebut diatur dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2018 – 2027.
Ignasius Jonan, Menteri ESDM, mengungkapkan salah satu penyebab dihentikannya rencana pembangunan PLTU baru karena pasokan listrik di Pulau Jawa surplus.
“Kita tidak ada PLTU batu bara di Jawa karena 2-3 tahun kelebihan pasokan listrik,” kata Jonan di Jakarta, Selasa (6/3).
Menurut Jonan, pembangunan PLTU tetap akan dilakukan, khusus bagi pembangkit yang sudah menandatangani perjanjian jual beli listrik (Power Purchase Agreement/ PPA). Pemerintah lebih mendorong pembangunan pembangkit listrik di mulut tambang yang akan banyak tersebar dan dibangun di wilayah Sumatera dan Kalimantan.
“Kami mendorong pembangunan PLTU mulut tambang. Kalau konsensi, jangan jual batu bara tapi bangun pembangkit listrik di mulut tambang,” ungkap dia.
Tidak hanya pembangkit listrik batu bara, Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) di Jawa yang ingin mendapatkan izin pembangunan juga harus melalui pipa atau wellhead atau di dekat sumber gas. “Kecuali yang sudah PPA,” tukas Jonan.
Dalam RUPTL, pemerintah juga mendorong penggunaan gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) untuk memenuhi kebutuhan PLTG berkapasitas mini atau kecil di luar Pulau Jawa dengan fasilitas platform based.
Untuk PLTU berkapasitas kecil di luar Jawa, pemerintah mendorong untuk adanya konversi dan diubah menjadi pembangkit berbahan gas agar lebih efisien.
Syofvi Roekman, Direktur Perencanaan PLN, mengungkapkan untuk supply dan demand atau permintaan listrik rata-rata sudah dalam kondisi positif atau surplus, terlebih di Pulau Jawa yang sekarang kondisi reserve margin mencapai 30% atau sudah memenuhi batas aman.
“Sistem Jawa-Bali sudah tercapai, dan semua sistem – sistem besar seperti Sumatera sudah melebihi supply-nya. Akhir 2017 tidak lagi defisit listrik,” kata Syofvi.
Namun demikian hal itu bisa saja berubah jika pertumbuhan ekonomi dan konsumsi listrik melebihi perkiraaan. Para pengembang swasta atau Independent Power Producer (IPP) bisa saja mengajukan pembangunan pembangkit, namun akan dimasukan dalam rencana pembangunan di luar RUPTL 2018-2027.
“Bisa saja mengusulkan pembangunan, tapi tidak 10 tahun ini, mungkin nanti 15 tahun lagi. Jadi RUPTL sekarang seperti itu, tapi kalau demand cantik berarti nanti disesuaikan,” tandas Syofvi.(RI)
Komentar Terbaru