JAKARTA – Dua harga LPG (liquefied petroleum gas) yang berlaku saat ini menjadi tantangan utama dalam pendistribusian LPG 3 kilogram yang disubsidi pemerintah. Akibatnya, praktik pengoplosan LPG kerap terjadi dan sulit dihindari.
“Kalau satu komoditas yang sama dengan dua harga yang berbeda tentunya sangat rentan terhadap penyalahgunaan dalam hal ini pengoplosan,” kata Harya Adityawarman Direktur Pembinaan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (Migas) Ditjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral kepada Dunia Energi, Rabu (21/2).
Menurut Harya, berbagai upaya telah coba dilakukan pemerintah untuk meminimalisir potensi penyalahgunaan tersebut, termasuk memperbanyak pangkalan sehingga bisa lebih dekat dengan konsumen dan rantai distribusi tidak terlalu panjang. Pemerintah juga meminta PT Pertamina (Persero) turun langsung ke lapangan untuk membina agen dan pangkalan.
Koordinasi lintas lembaga sangat penting dalam sisi pengawasan penyaluran LPG 3kg. Namun itu tidak bisa langsung dirasakan manfaatnya dalam waktu singkat.
“Sinergi pengawasan dengan melibatkan pemerintah daerah (pemda), aparat keamanan, dan Pertamina perlu dijalankan agar subsidi tepat sasaran,” ungkap Harya.
Dalam dua minggu terakhir aparat keamanan melakukan penggerebekan terhadap praktek pengoplosan atau pemindahan gas dari tabung ukuran 3 kg ke tabung ukuran 12 kg.
Pekan lalu (14/2), Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Tengah dan Jawa Timur mengungkap praktik pengoplosan LPG di Kabupaten Jepara. Selain itu, pengoplosan LPG di Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor juga berhasil diungkap anggota TNI Korem 061 Suryakencana pada pada Senin (19/2).
Pertamina sebagai badan usaha resmi yang mendistribusikan LPG 3 kg bersubsidi turut mengimbau masyarakat untuk membeli LPG di agen atau pangkalan resmi Pertamina.
Dian Hapsari Firasati, Unit Manager Communication and CSR MOR III Pertamina, mengungkapkan pembelian LPG selain di agen atau pangkalan resmi Pertamina memiliki sejumlah risiko.
“Pertama menyangkut unsur safety. Misalkan tabung yang sudah pernah dioplos seperti ini, sudah tidak aman terutama di bagian valve (katup) karena pernah dioplos secara paksa,” kata Dian.
Harga pembelian di agen dan pangkalan resmi Pertamina menggunakan harga resmi. Untuk wilayah Bogor misalnya, LPG 3 kg menggunakan Harga Eceran Tertinggi (HET) resmi yang ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat yaitu Rp 16.500 per tabung.
Sedangkan untuk isi ulang LPG 12 kg (tabung biru) seharga Rp 139.000 per tabung, Bright Gas 12 kg seharga Rp 141.000 per tabung, Bright Gas 5,5 Kg seharga Rp 65.000 dan LPG 50 Kg seharga Rp 593.000 per tabung.
“Apabila masyarakat ada yang menemukan LPG non subsidi (selain LPG 3 kg) dengan harga yang jauh lebih murah, maka perlu diwaspadai, karena kemungkinan hasil pemindahan LPG dari tabung 3 kg,” kata Dian.
Andar Titi Lestari, Unit Manager Communication and CSR MOR IV Pertamina, mengatakan Pertamina mendukung penindakan hukum kepada para pelaku pengoplosan yang telah merugikan masyarakat dan negara. Ditinjau dari aspek kesalamatan, tindakan pengoplosan juga berbahaya bagi pelaku yang melakukan pengoplosan dan bagi pengguna LPG yang telah di oplos karena pengisian yang tidak sesuai standard.
“LPG 3 kg merupakan barang bersubsidi yang diperuntukkan bagi kalangan kurang mampu dan usaha kecil. Ratusan tabung LPG 3 kg yang telah digunakan pelaku dalam praktik pengoplosan jelas menimbulkan kerugian bagi negara dan membuat masyarakat tidak mampu yang seharusnya menggunakan LPG 3 kg menjadi kesulitan mendapatkan LPG 3 kg,” tandas Andar.(RI)
Komentar Terbaru