JAKARTA – Kabar baik berhembus bagi sektor hulu minyak dan gas (migas) di tanah air. Regulasi pajak gross split yang dinantikan sejak diterbitkannya regulasi kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) gross split akhirnya resmi ditandatangani Presiden Joko Widodo.
Tunggal, Direktur Pembinaan Hulu Direktorat Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan regulasi pajak gross split sudah diterbitkan sejak presiden menandatangani beleid tersebut pada 27 Desember 2017.
“Iya benar sudah (ditandatangani presiden) info dari Pak Menteri dan Pak Wamen (ESDM),” kata Tunggal kepada Dunia Energi, Kamis (28/12).
Peraturan pajak gross split menjadi ganjalan dari regulasi gross split yang sudah disiapkan pemerintah bagi kontrak migas baru, termasuk bagi lelang Wilayah Kerja (WK) migas pada tahap I 2017. Pemerintah bahkan telah memperpanjang masa lelang WK tahun ini karena menunggu pengesahan beleid tersebut.
Pemerintah sebelumnya menetapkan masa waktu untuk akses dokumen penawaran hingga akhir September 2017, namun kemudian diperpanjang hingga 20 November serta pengembalian atau pemasukan dokumen partisipasi pada 27 November.
Tidak sampai disitu, pemerintah kembali memperpanjang waktu hingga 31 Desember 2017 untuk pemasukan dokumen partisipasi sementara akses dokumen hingga 24 Desember 2017. Sejauh ini sudah ada 20 perusahaan yang melakukan akses terhadap dokumen lelang.
Arcandra Tahar, Wakil Menteri ESDM, berkeyakinan waktu tersebut sudah cukup untuk menunggu regulasi pajak gross split sekaligus menunggu para kontraktor melakukan perhitungan keekonomian blok yang diminati. Setelah itu, pemerintah tidak akan memberikan perpanjangan masa lelang lagi.
“Tidak akan akan diperpanjang, sudah harus mengajukan sekarang (sebelum batas waktu habis),” kata Arcandra saat ditemui di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kamis (27/12).
Ada beberapa poin utama yang menjadi fokus para kontraktor dalam regulasi pajak gross split, yaitu tax loss carry forward dan pembebasan pembayaran indirect tax.
Untuk poin tax loss carry forward pemerintah memberikan kompensasi perpanjangan waktu atau masa tenggang untuk pembayaran pajak penghasilan yang di-carry atau dipindahkan jadwal pembayarannya hingga 10 tahun. Padahal dalam regulasi perpajakan yang ada sebelumnya kompensasi pajak yang bisa diberikan pemerintah maksimal adalah selama lima tahun.
Selain itu, untuk depresiasi dan amortisasi juga akan menjadi faktor pengurang penghasilan kena pajak di masa eksploitasi. Ketetapan tersebut membuat pendapatan kontraktor yang terkena pajak akan dikurangi depresiasi dan amortisasi terlebih dulu sehingga pajak yang harus dibayarkan akan lebih kecil.
Serta untuk indirect tax, seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), bea masuk dan pajak lainnya akan dibebaskan sejak masa eksplorasi hingga lapangan pertama kali diproduksikan (first oil). Selanjutnya, kontraktor tetap akan dikenakan pajak hanya saja pengenaan pajak tersebut baru berlaku sejak first oil atau pertama kali minyak atau gas diproduksikan hingga Break Even Point (BEP) atau saat modal atau investasi yang dikeluarkan telah kembali dari hasil produksi itu pun bisa dikompensasikan menjadi split tambahan dengan berdasarkan perhitungan keekonomian terlebih dulu dan dengan keputusan Menteri ESDM.(RI)
Komentar Terbaru