JAKARTA – Pemerintah bertekad segera merealisasikan pembentukan induk usaha (holding) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) minyak dan gas dengan menggabungkan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk ke dalam PT Pertamina (Persero). Mekanisme penggabungan hingga kini masih digodok dan belum diputuskan.
Fahmy Radhi, Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada, mengatakan pembentukan holding migas suatu keharusan jika melihat kondisi tata kelola gas saat ini. Namun pemerintah diingatkan agar prosesnya tidak terburu-buru karena hasilnya akan berpengaruh terhadap tata kelola gas.
“Pembentukan holding migas merupakan keniscayaan. Selain mengintegrasikan usaha sejenis yang selama ini saling bersaing, juga untuk menaikkan leverage dan competitive advantages. Namun, proses pembentukannya tidak boleh grusa-grusu,” kata Fahmi kepada Dunia Energi, Sabtu (23/12).
Menurut Fahmy, proses pembentukan holding lebih baik dengan terlebih dulu membentuk anak usaha baru dengan mengintegrasikan PGN dengan Pertagas yang memiliki bisnis sejenis. Jadi PGN bisa terlebih dulu akuisisi Pertagas.
“PGN akusisi Pertagas lalu menjadi anak perusahaan holding yang dibentuk baru,” ungkap Fahmy.
Tanri Abeng, Komisaris Utama Pertamina, mengungkapkan salah satu jalan holding yang masuk akal dan bisa menghasilkan efisiensi adalah dengan melebur Pertagas dan dijadikan satu dengan PGN. Dengan kata lain PGN mengakuisisi Pertagas untuk selanjutnya hasil peleburan tersebut menjadi anggota holding Pertamina.
“Kalau mau efisien menurut saya sebenarnya Pertagas bisa saja dilebur masuk ke PGN lalu itu jadi anak usaha Pertamina. Itu sama-sama dimiliki Pertamina, nanti itu kita lihat,” kata Tanri kepada Dunia Energi beberapa waktu lalu.
Namun Tanri mengingatkan yang harus diperhatikan adalah esensi dari pembentukan holding migas yang diyakini bisa memberikan manfaat bagi kedua perusahaan yang dijadikan holding.
Baik Pertamina dan PGN akan sama-sama memiliki keunggulan dari sisi pendanaan atau finansial. Serta dalam hal kekuatan dalam bernegosiasi jika ingin melakukan kerja sama dengan pihak lain
“Salah satu diantaranya lemah di keuangan tapi dengan holding itu yang akan mencari sumber dana untuk pendanaan. Holding perusahaan jadi ini besar. Kalau kami mau disegani ya harus besar. Jadi harus punya power negosiasi mulai dari sumber pendanaan, bahan baku itu jadi lebih kuat,” tegas Tanri.
Dalam data kajian holding migas untuk disampaikan ke Kementerian Keuangan yang diperoleh Dunia Energi, ada beberapa proses yang kini tengah dijalani.
Pertama adalah RPP BUMN Holding Migas sudah dinaikkan ke Presiden pada 2016 dan sudah diturunkan ke para kementerian yang relevan dan Kejaksaan Agung untuk mendapatkan paraf persetujuan. Hingga saat ini, Kementerian BUMN dan Kejaksaan Agung sudah memberikan paraf persetujuan terhadap isi dari RPP BUMN Holding Migas.
Selanjutnya Direktorat Jendral Kekayaan Negara (DJKN) telah memberikan input perubahan Kajian Finansial dan Legal terkait dengan RPP BUMN Holding Migas yang sudah ditanggapi konsultan dan telah difinalisasi sama dengan Pertamina, PGN dan DJKN. Saat ini kajuluan ini Kajian BUMN Holding Migas sifatnya sudah final.
Sat ini posisi terakhir Kajian BUMN Holding Migas berada di Direktur Kekayaan Negara Dipisahkan pada DJKN untuk dinaikkan ke Menteri Keuangan sebagai dasar untuk proses memberikan paraf RPP BUMN Holding Migas.
Apabila Menteri Keuangan menyetujui RPP BUMN Holding Migas maka Menteri Koordinator Bidang Polhukam RI dan Sekretaris Negara RI juga akan memberikan paraf pada RPP BUMN Holding Migas untuk nantinya difinalisasi dan dikeluarkan dalam bentuk PP oleh Presiden.(RI)
Komentar Terbaru