JAKARTA – Menggerakkan pertumbuhan dan pemberdayaan industri fotovoltaik dalam negeri dinilai sama pentingnya dengan gerakan pemanfaatan energi surya di Indonesia.
Nick Nurrahman, Ketua Umum Asosiasi Pabrikan Modul Surya Indonesia (APAMSI), mengatakan kemandirian industri dan penguasaan teknologi fotovoltaik merupakan kepentingan nasional.
“Presiden Joko Widodo mengingatkan semua pihak untuk melaksanakan kebijakan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) secara konsisten, bukan hanya sebagai kebijakan teknis administratif dalam pengadaan barang dan jasa. Presiden mengkritik orang yang senang beli produk luar negeri, perilaku seperti ini harus dihentikan,” kata Nick, di Jakarta Jumat (15/12).
APAMSI berpandangan Kementerian ESDM sebagai regulator kurang berpihak pada produk dalam negeri, baik dalam penyusunan regulasi maupun pengadaan barang dalam proyek-proyek PLTS.
Contohnya, PV impor untuk PLTS di areal parkir kantor Kementerian ESDM, PLTS on-grid di kantor Gubernur Bali, penggunaan PV impor di PLTS rooftop di atap Gedung Gelora Bung Karno dan stadion Jakabaring Palembang.
Selain itu, APAMSI juga menemukan banyak pelanggaran pengadaan barang PLTS di pemerintah daerah yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dengan menggunakan PV impor.
Menurut Nick, proyek-proyek PLTS di PLN seperti Cirata tahap I, rencana PLTS Cirata Terapung, penandatanganan perjanjian pembangunan PLTS On grid 2 x 50 MW Bali di Perancis yang disaksikan oleh Menteri ESDM ditengarai juga akan menggunakan PV Impor.
Tidak hanya itu,paket IPP PLTS regional Sumatera sekitar 158 MW yang segera dilelangkan tidak jelas kewajiban pemakaian produk dalam negeri dalam persyaratan lelangnya.
“Proyek PLTS di lingkungan Pertamina telah mensyaratkan TKDN panel surya, namun diberi syarat tambahan bagi produsen harus masuk dalam daftar Tier-1 Bloomberg yang tidak berkaitan dengan standard kualitas teknis nasional atau internasional,” ungkap Nick.
APAMSI berpandangan bahwa kondisi tersebut menimbulkan persaingan semu karena hanya ada satu produk yang memenuhi syarat.
“Ini menjadi contoh betapa calon pengguna barang belum sepenuh hati memberdayakan produk dalam negeri dalam persaingan yang sehat,” ujar Nick.
Lebih lanjut dia menjelaskan, sejumlah persoalan pokok yang dihadapi industri fotovoltaik dalam negeri antara lain, industri fotovoltaik di Indonesia masih sangat lemah karena kurang perhatian pemerintah dan PT PLN (Persero) sebagai stakeholder utama. Kedua, komitmen pengembang IPP PLTS di Indonesia untuk menggunakan panel surya produk dalam negeri tidak ada dan belum diterapkan sanksi tegas bagi pelanggarnya sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah. Ketiga, tidak adanya kejelasan prospek pasar domestik dan skala ekonomi kecil membuat industri PV sulit berkembang, bersamaan itu produsen PV dalam negeri digempur produk asing untuk bersaing dalam kondisi bisnis yang tidak setara. Keempat, tidak tersedianya industri hulu dan penopang fotovoltaik serta tidak adanya insentif fiskal berakibat harga kurang bersaing. Kelima, belum tersedianya infrastruktur pengujian di Indonesia.
Menurut APAMSI, regulasi yang mengatur kewajiban penggunaan produk dalam negeri di sektor ketenagalistrikan sebenarnya telah lengkap, antara lain UU 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian; UU 30 Tahun 2007 tentang Energi; UU 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan; Pasal 26 Peraturan Pemerintah No 14 Tahun 2012 tentang izin usaha penyediaan ketenagalistrikan Pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik wajib mengunakan produk dan potensi dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; sanksi administrasi yang cukup berat di pasal 53 bagi penyedia yang melanggar; Perpres 54/2010 tentang Pengadaan barang/jasa berikut perubahanperubahannya; Permenperin 54/M-IND/PER/3/2012; Permenperin no 05/M-Ind/PER/02/2017 tentang Tentang Pedoman Penggunaan Produk Dalam Negeri Untuk Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan belum dilaksanakan secara tegas.
“Respon pemerintah melalui Kemenko Kemaritiman sedang menyiapkan satgas TKDN yang akan mengawasi dan mengefektifkan penggunaan produk dalam negeri perlu disambut baik dan menunggu hasil kongkritnya. APAMSI siap bekerja sama untuk ikut mengawasi,” kata Nick.(RA)
Komentar Terbaru