JAKARTA – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyatakan Surat Menteri Keuangan Nomor: S-781/MK.08/2017 tanggal 19 September 2017 yang menyoroti kondisi keuangan PT PLN (Persero) merupakan bentuk perhatian atas penerapan tata kelola yang pruden dan sehat di perusahaan negara. Dengan begitu pemerintah dapat menyiapkan mitigasi yang tepat.
Edwin Hidayat Abdullah, Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik Kawasan dan Pariwisata, mengatakan PLN telah menyiapkan langkah untuk memenuhi pendanaan di antaranya melakukan revaluasi aset, meningkatkan produktivitas aset eksisting, efisiensi operasi dan pengadaan barang dan jasa.
“Kebutuhan pendanaan melalui pinjaman diutamakan untuk dipenuhi dari lembaga multilateral development bank guna mendapatkan cost of fund lebih murah dan penarikan pinjaman disesuaikan dengan progress kemajuan proyek,” ungkap Edwin, Rabu (27/9).
Edwin menegaskan kondisi likuiditas PLN selalu dijaga untuk mampu mendanai operasi perusahaan dan pemenuhan kewajiban terhadap kreditur, baik kreditur perbankan maupun pemegang obligasi perusahaan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam suratnya ke Kementerian BUMN dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyoroti kondisi keuangan PLN yang berisiko gagal bayar berbagai pinjaman.
Menurut Edwin, surat tersebut menunjukkan PLN mempunyai posisi yang sangat strategis bagi pembangunan perekonomian.
Kementerian BUMN concern dengan program pembangkit 35 ribu MW karena diyakini mampu mendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia. Untuk implementasi program itu dibutuhkan dana yang tidak sedikit.
“Untuk merealisasikan 35 GW membutuhkan dana yang tidak sedikit dan memerlukan dukungan dari semua stakeholder,” kata Edwin dalam keterangan tertulisnya.
Dia menambahkan progress penyelesaian proyek 35 ribu MW di antaranya pada 2015 masih terdapat 11 sistem (Sumbagut, Tanjung Pinang, Lampung, Belitung, Lombok, Kupang, Kalbar, Sulteng, Sultra, Sulutenggo, Jayapura) yang masih defisit dan saat ini sudah tidak ada lagi sistem yang defisit. Rasio Elektrifikasi saat ini mencapai 92,8%.
“Kemudian adanya penambahan kapasitas pembangkit 2014-2016 sebesar 7.701 MW dan ditargetkan tambahan pada 2017 sebesar 2.600 MW,” kata Edwin.
Saat ini juga telah dilakukan penambahan Transmisi, untuk periode 2014-2016 sebesar 6.800 KMS dan ditargetkan tambahan pada 2017 sebesar 8.594 KMS. Penambahan gardu induk tahun 2014-2016 sebesar 10.025 MVA dan ditargetkan tambahan pada tahun 2017 sebesar 14.280 MVA.
Porsi penggunaan bahan bakar minyak dalam komposisi produksi tenaga listrik menurun dari 11,4% pada tahun 2014 menjadi 5,8% pada tahun 2017.
“Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik telah menurun dari Rp 1.419/kWh pada tahun 2014 menjadi Rp 1.303/kWh pada 2017,” kata Edwin.
Beban PLN sendiri tidak hanya membiayai proyek pembangkit namun juga menjalankan tugas negara untuk menjaga stabilitas harga listrik.
Menurut Edwin, PLN juga mengemban tugas PSO dimana selain menjual listrik bersubsidi kepada beberapa golongan pelanggan juga berupaya memberikan tarif yang mampu meningkatkan competitivenes bisnis dan industri.
“Selama 2017 tidak ada kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) untuk pelanggan non subsidi meskipun terjadi lonjakan harga energi primer terutama batu bara,” kata Edwin.
Dadan Kusdiana Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Kerja Sama Publik (KLIK) Kementerian ESDM, mengatakan PLN melakukan pengendalian terhadap parameter pertumbuhan penjualan listrik, volume penjualan dan bauran energi. Target di 2017 bahwa pangsa energi primer BBM pada pembangkit listrik sebesar 4,66%.
Menurut Dadan, komponen perhitungan BPP (allowable cost) dan non allowable cost (biaya yg tidak boleh dibebankan kepada konsumen melalui tarif) telah dirinci mengacu Peraturan Menteri Keuangan No. 44/2017 dan diaudit oleh BPK.
Kementerian ESDM, lanjut dia, juga telah mendorong efisiensi di sektor ketenagalistrikan dengan tetap mempertimbangkan kepentingan masyarakat dan para pelaku usaha.
“Ada regulasi Kementerian ESDM agar bisnis ketenagalistrikan efisien dan harga yg wajar, adalah Permen 49/2017, Permen 45/2017, Permen 50/2017, Permen 19/2017, Permen 24/2017,” kata Dadan.(RA)
Komentar Terbaru