JAKARTA – PT Bukit Asam (Persero) Tbk (PTBA), badan usaha milik negara di sektor energi terintegrasi berencana mengembangkan pupuk urea dari hasil pencairan batu bara kalori rendah.
“Nantinya pupuk akan disalurkan ke Pusri (Pupuk Sriwijaya),” ujar Hersonyo, Kasubdit Pengawasan Usaha Operasi Produksi dan Pemasaran Mineral Ditjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM kepada Dunia Energi di Jakarta, belum lama ini.
Indonesia termasuk negara dengan sumber tambang batu bara terbesar di dunia. Hingga saat ini cadangan batu bara nasional diperkirakan mencapai 28,4 miliar ton. Namun demikian, 50%-85% batu bara nasional cenderung berkualitas rendah atau batu bara muda. Ini dilihat dari nilai kalori pembakarannya yang rendah, dan kadar sulfur serta airnya yang tergolong tinggi.
Batu bara muda yang disebut juga lignit atau batu bara cokelat tidak ekonomis dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Ketika dibakar, banyak energi yang terbuang untuk menguapkan air, sedangkan nilai kalori yang diperoleh relatif rendah.
Selain itu, kandungan sulfur yang tinggi akan menjadi gas pencemar. Karenanya diperlukan biaya tambahan untuk mengurangi emisi gas sulfur. Dengan adanya masalah tersebut, bila terdapat lapisan batu bara muda atau lignit dalam penambangan batu bara, maka penambang hanya mengambil lapisan yang berkualitas tinggi. Sedangkan batu bara muda akan disingkirkan atau ditimbun kembali di lokasi tambang.
Sumber batu bara di Sumatera Selatan cukup besar, sekitar 48% dari total sumber daya batu bara di Indonesia, tersebar di 8 daerah, yakni Musi Banyuasin, Banyuasin, Lahat, Musi Rawas, OKU, OKU Timur, OKI, Muara Enim dan Kota Prabumulih. Kualitas batubara Sumsel umumnya rendah, jenis lignit hingga subbituminous (5000-6500kkal/kg).
Di sisi lain, sektor pertanian tanaman pangan mengalami masalah berupa penurunan kualitas tanah sawah.
Menurunnya kualitas tanah sawah akibat dari pemberian pupuk kimia dalam jumlah besar dan dalam jangka waktu lama, serta kurangnya memperhatikan penggunaan bahan organik dalam sistem produksi.
Upaya untuk meningkatkan kualitas tanah pertanian dan produksi tanaman pemberian pupuk organik. Pupuk organik umumnya diperoleh dari limbah tanaman atau limbah hewan. Tapi ada bahan baku alternatif yang mempunyai kandungan C tinggi untuk dijadikan pupuk organik, diantaranya batubara muda.
Batu bara muda (Lignit) memiliki kandungan C (69%), H (5,5%) O (25%),N (0,5%), P20 (0,04%) dan K20 (36 %). Penggunaan batu bara muda (Lignit) sebagai pupuk organik Plus dengan cara meningkatkan kandungan unsur hara makro N, P, K,Ca, Mg, S dalam bahan pupuk organik plus batu bara tersebut, dengan bahan mineral pupuk alami yaitu; limbah ternak (tepung tulang dan tepung darah, Urine sapi) dan mineral batuan alami (batuan Fosfat alam, dolomit dan zeolit).
“Saya dengar dari Menko Perekonomian akan memfasilitasi pertemuan antara PTBA dengan Pusri. Akan ada sign agreement di Palembang, kalau tidak salah bulan depan,” tandas Hersonyo.(RA)
Komentar Terbaru