TENAGA matahari adalah salah satu energi baru terbarukan (EBT) yang paling potensial untuk dikembangkan di Indonesia karena sebagai negara yang berada tepat di garis khatulistiwa tentu Indonesia adalah ‘surga’ yang menerima panas limpahan banyak sinar matahari.
Namun dalam prakteknya ternyata tidak semudah itu, dibutuhkan banyak komponen pendukung terutama baterai penyimpan daya yang harganya masih sangat mahal sehingga pemanfaatan tenaga surya hingga saat ini mandek, masih belum berkembang dan tidak sesuai harapan.
Secercah harapan akhirnya lahir. Duo pemuda asal Universitas Indonesia menawarkan ide gila sekaligus cemerlang dalam penyediaan baterai penyimpanan dengan mencontoh mekanisme LPG isi ulang yang selama ini sudah dipraktikkan pada gas.
Chairul Hudaya, salah satu penggagas ide mengakui selama ini potensi energi matahari di Indonesia belum mampu dimanfaatkan dengan baik, sementara pengembangannya melalui Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) juga tidak memenuhi harapan yang diinginkan.
“Apalagi sumber energi ini memiliki kelemahan yaitu karakteristik intermittent dimana pasokan energi berfluktuasi seiring dengan kondisi cuaca saat itu dan tidak dapat dimanfaatkan pada malam hari, ” kata Chairul saat ditemui Dunia Energi di sela Grandfinal Pertamina Ide Gila Energy Competition 2017, baru-baru ini.
Kondisi inilah yang kemudian mendorong Chairul dan rekannya, Fadolly Ardin, berinisiatif mencari instrumen lain untuk bisa menyimpan tenaga matahari dengan lebih lama. Untuk lebih memasyarakatkan, baterai Lithium-ion yang dirancang khusus dan berkapasitas tinggi ini diberi nama Galon Listrik (GaTrik) yang mendapatkan predikat Juara
Pertama untuk kategori Ide Bisnis Kreaktif dalam gelaran Pertamina Ide Gila Energy Competition 2017.
Jika diperhatikan bentuk rupa GaTrik memang cukup mirip dengan tabung LPG, ini tentu bisa memudahkan mobilitasnya saat digunakan oleh masyarakat nantinya.
Chairul menjelaskan mekanisme yang diusung GaTrik adalah dengan merancang Lithium-ion yang memiliki sifat kerapatan melebihi komponen baterai panel surya pada umimnya sehingga memiliki kemampuan lebih baik dalam menyimpan daya listrik.
Dalam prakteknya masyarakat bisa langsung membawa GaTrik untuk disambungkan dengan beban listrik. Beban listrik tersebut dirancang dapat dipasok langsung oleh GaTrik (berbasis arus searah-DC), seperti Lampu LED yang dapat digunakan untuk penerangan.
“Bahkan untuk untuk keperluan produksi seperti mesin padi yang dibutuhkan para petani di desa-desa,” ungkap dia.
Menurut Chairul, konsep Galon Listrik memiliki kelebihan yang tidak dimiliki baterai yang digunakan untuk panel surya pada umumnya karena jelas menawarkan efisiensi tinggi mengingat tidak diperlukan lagi converter untuk mengubah jenis arus listrik. Sehingga potensi kerugian pada saat konversi energi dapat ditekan.
Bagaimana dengan harga? Inilah yang kerap memisahkan antara mewujudkan cita-cita mandiri energi dengan implementasi. GaTrik ternyata mampu menghancurkan dinding tersebut, karena harga keekonomian yang ditawarkan dijamin akan sangat kompetitif. Bahkan jika tidak disubsidi sekalipun. Setiap Kwh listrik yang ditampung di dalam galon dibanderol dengan kisaran Rp 1.540.
Chairul mengklaim angka tersebut bukan hanya sekedar perkiraan melainkan sudah berdasarkan kajian cukup lama dan melibatkan berbagai stakeholder, termasuk dengan pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Marginnya 15%, kebetulan kita juga sempat melalkukan hitung-hitungan dengan pihak Dirjen Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM,” kata dia.
Indonesia memang tidak pernah berhenti melahirkan berbagai inovasi termasuk dalam sektor energi. Beberapa tahun ke belakang sektor energi yang menjadi fokus untuk terus dikembangkan adalah (EBT) namun sayang inovasi tersebut banyak yang akhirnya jalan ditempat karena tidak ada tindak lanjut.
Yoris Sebastian, pakar inovasi dan ilmu kreatif Indonesia mengungkapkan sudah sewajarnya perusahaan sekelas Pertamina ikut andil dalam berbagai inovasi di sektor energi. Perusahaan migas plat merah itu diminta juga segera mengambil langkah komperehensif agar minimal satu dari ide-ide di Pertamina Ide Gila Energy Competition 2017 dapat diimplementasikan.
Pria yang banyak diakui sebagai salah satu trainer kreatif terbaik di Indonesia ini mengungkapkan Pertamina merupakan salah satu brand besar di Tanah Air yang sudah mengambil keputusan tepat melibatkan masyarakat luas untuk berkolaborasi dalam mengembangkan energi, karena ide-ide banyak dimiliki terlebih di daerah tidak hanya di kota-kota besar.
“Kalau di daerah kita road show, sepertinya tenang-tenang saja, tapi sebenarnya sangat antusias. Karena itu at least harus ada satu inovasi yang bisa diluncurkan Pertamina dan menurut saya yang paling mungkin ya GaTrik ini,” kata Yoris.
Renald Kasali, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, mengungkapkan untuk bisa wujudkan berbagai inovasi di sektor EBT, termasuk berbagai inovasi di ide gila Pertamina diperlukan juga dukungan kebijakan pemerintah.
Kemauan politik dinilai sebuah keharusan karena ketika ada alternatif energi baru harus ada energi yang digantikan dan dipastikan akan ada pihak yang merasa dirugikan.
Renald berharap berbagai inovasi dari para peserta Pertamina Ide Gila tidak berhenti sampai di level kompetisi, harus ada tindak lanjut dan melalui Pertamina hal tersebut sangat bisa dilakukan. “Anak-anak Indonesia selama ini terlalu asik dari lomba ke lomba tidak ada implementasinya. Pemerintah harus turun tangan diperlukan political energi yang kuat dan harus ada kemauan melakukannya,” ungkap Renald.
Apalagi lanjut dia, dalam perkembangannya Pertamina tidak lagi hanya menjadi perusahaan migas melainkan cocok menjadi perusahaan energi yang juga ikut dalam perkembangan EBT sebagai energi masa depan.
“Pertamina harus menjadi perusahaan energi juga,” kata dia.
Basuki Trikora Putra, Senior Vice President Non Fuel Marketing Pertamina, mengatakan Pertamina Ide Gila menjadi salah satu cara perusahaan ikut serta dalan upaya mencari energi alternatif demi mencapai ketahanan energi nasional yang berkelanjutan.
Ide-ide energi baru yang digagas para pemenang memang sangat brilian, namun diperlukan pengembangan serta kajian lebih dalam dari berbagai aspek untuk bisa diaplikasikan secara massal sehingga dinikmati masyarakat.
“Ide ini dapat diimplementasikan paling tidak setahun setelah kompetisi sebagai salah satu bentuk sumbangan menciptakan ketahanan energi Indonesia,” tandas Basuki.(Rio Indrawan)
Komentar Terbaru