JAKARTA- Pemerintah perlu memfasilitasi sinergi antara PT PLN (Persero) dan pengembang listrik swasta (independent power producer/IPP) demi mengejar target pengadaan pembangkit listrik 35 ribu megawatt (MW) pada 2009. Apalagi, IPP kini menjadi andalan dalam proyek 35 ribu MW dengan 60% proyek setelah awalnya 80% pembiayaan proyek tersebut dianggarkan oleh negara.
“PLN seharusnya tidak menjadikan IPP sebagai saingan, tetapi lebih kepada mitra usaha yang perlu bersinergi mengejar target proyek 35 ribu MW. Jangan ada lagi stigma kontestasi antara PLN dan produsen listrik swasta,” ujar Ali Ahmudi, pengamat ketenagalistrikan dari Universitas Indonesia saat berbicara pada diskusi “Menyorot Kebijakan Pemerintah terhadap Pengembang Listrik Swasta dalam Proyek 35 Ribu Megawatt” di Jakarta, Kamis (26/1).
Ali mengatakan, dukungan proaktif pemerintah dan PLN terhadap IPP, terutama yang mengembangkan energi terintegrasi di kawasan industri. Apalagi sebelum 2019, pemerintah berencana untuk membangun 11 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan 15 Kawasan Industri baru di seluruh Indonesia. Kawasan tersebut memiliki luas total 24.000 hektar lahan industri baru, yang diestimasikan memerlukan 8-10 gigawatt tambahan kapasitas listrik.
“Penggunaan energi terintegrasi oleh IPP di kawasan industri tidak saja bermanfaat bagi perusahaan dan pengembang kawasan industri, namun juga bagi Indonesia secara keseluruhan,” ujarnya.
Menurut Ali, penggunaan energi terintegrasi di IPP memerlukan sinergitas antara PLN dan IPP serta antar-IPP. Dukungan dan peran PLN bagi IPP di kawasan industri menurut Ali antara lain dengan menjaga sinergitas dan harmoni, perdagangan listrik, dan interkoneksi dengan jaringan PLN. “Penggunaan energi terintegrasi di IPP juga dapat mengendalikan bauran energi dan pengendalian emisi rumah kaca,” katanya.
Ali mengatakan tenaga listrik sangatlah penting bagi rencana pemerintah untuk membangun industri dan memberantas kemiskinan di Indonesia. Listrik tidak saja mendukung industri, namun juga memperbaiki hasil yang dicapai seperti kualitas hidup, akses ke pelayanan kesehatan dan pendidikan. IPP di kawasan industri dapat mengurangi penggunaan sumberdaya yang terbatas dan membantu membangun wilayah industri, khususnya wilayah dimana sambungan ke jaringan listrik sulit dan mahal.
“IPP di kawasan industri juga akan mengurangi beban PLN dalam upaya untuk menambah kapasitas. Dengan membuka kesempatan bagi sektor swasta mengembangkan pembangkit di kawasan industri tanpa memerlukan pendanaan tambahan, PLN dapat lebih fokus pada
penyediaan listrik untuk negara, mendukung pelanggan perumahan dan
komersial,” katanya.
Pada kesempatan itu, Ali juga menyoroti inkonsistensi di kalangan regulator teknis yang sebenarnya menjadi pembantu Presiden Joko Widodo dalam mewujudkan target pemerintah. Hal itu terlihat saat Presiden Jokowi yang berupaya mengundang secara luas partisipasi swasta dalam mendukung program 35 ribu MW. Namun di sisi lain, lanjut Ali, Kementerian ESDM dan PLN justru terkesan membatasi peran swasta dengan adanya regulasi denda bagi pembangkit listrik swasta yang molor dalam pembangunannya.
“Kalau pemerintah mengharapkan swasta menjadi tulang punggung program kelistrikan nasional maka seharusnya pemerintah memberikan jalan tol ke swasta untuk merealisasikan hal itu,” katanya.
Dia mengingatkan, listrik merupakan infrastruktur penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, mendorong investasi, pemerataan industri yang berdampak lanjutan bagi penciptaan lapangan kerja dan ekonomi daerah.
Syamsir Abduh, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), menjelaskan target pembangkit listrik sesuai Peraturan Presiden (PP) Nomor 79 Tahun 2011 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) di antaranya terpenuhinya kapasitas pembangkit listrik pada tahun 2025 sebesar 115 GW dan pada 2030 sebesar 430 GW. Sementara untuk program kelistrikan 35.000 MW, menurut Syamsir, tidak disebutkan secara eksplisit dalam KEN.
“Kebijakan nasional harus terintegrasi. Tugas IPP kan membangun pembangkit, tapi kalau transmisinya belum selesai, bagaimana? Itu menjadi tanggung jawab pemerintah dan PLN. Leadership commitment sangat perlu,” tandas Syamsir, yang juga guru besar teknik elektro Universitas Trisakti, Jakarta. (RA)
Komentar Terbaru