JAKARTA – PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), anak usaha PT Pertamina (Persero) dinilai menjadi perusahaan yang paling ideal untuk mengelola aset panas bumi yang akan dilepas Chevron Geothermal Indonesia Ltd. Apalagi PGE merupakan pemilik dari wilayah kerja panas bumi yang dikelola Chevron saat ini. Selain itu, pengalaman mengelola dan mengembangkan panas bumi PGE sangat panjang dan sudah teruji, baik hulu maupun hilir.
“Konsistensi PGE dalam mengembangkan panas bumi yang tidak pernah terhenti dalam keadaan sesulit dan dalam kondisi krisis apapun telah terbukti,” kata Surya Dharma, Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) di Jakarta, Rabu (26/10).
Menurut Surya, PGE memiliki kemampuan dan rekam jejak yang bagus dalam pengembangan PLTP di Tanah Air di luar Chevron Geothermal, selain ditopang kemampuan finansial oleh induk usahanya, Pertamina.
Saat ini ada enam perusahaan yang bersaing mendapatkan dua PLTP yang dikelola Chevron, yaitu PLTP Salak Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan kapasitas 377 MW dan PLTP Darajat di perbatasan Kabupaten Bandung dan Garut, Jawa Barat dengan kapasitas 255 MW. Selain PGE, ada lima perusahaan lain yang tertarik mengakuisisi dua aset PLTP Chevron. Kelima perusahaan tersebut adalah PT PLN (Persero), PT Medco Power, dan PT Star Energy serta dua perusahaan asal Jepang, yaitu Mitsui dan Marubeni.
Menurut Surya Dharma, PGE juga memiliki kemampuan pendanaan yang sangat baik, maupun melalui pinjaman yang mendapat kepercayaan yang baik dari lender. PGE juga memiliki SDM dan pengembangannya yang kontinue sebagai sumberdaya yang mendukung pengembangan panas bumi. Tidak hanya itu, Pertamina melalui PGE juga sudah memiliki road map pengembangan panas bumi yang tertata. Serta, sebagai BUMN yang dapat diberikan tugas khusus oleh pemerintah sesuai peraturan yang berlaku.
“Jika dibandingkan dengan perusahaan lain yang tersebut seperti PLN, Star Energy, Medco, Marubeni dan Mitsui, mereka masih banyak kekurangannya karena tidak selengkap jika dibandingkan PGE,” kata dia.
Menurut Surya, aset yang akan dijual Chevron adalah aset hak untuk mengoperasikan sebagai pemegang Kontrak Operasi Bersama. Sedangkan aset sesungguhnya adalah milik negara melalui PGE yang punya WKP.
“Jadi, yang ditransfer dan dijual oleh Chevron adalah hak untuk mengoperasikan seluruh KOB antara Chevron dengan PGE,” katanya.
Yunus Saefulhak, Direktur Panas Bumi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, mengatakan pada November 2016 keenam perusahaan akan mengajukan dokumen penawaran kepada Chevron, termasuk program kerja dan harga. Setelah itu, proses berikutnya adalah evaluasi. “Kemungkinan pemenang diumumkan akhir tahun ini atau awal 2017,” ujarnya.
Menurut dia, Kementerian ESDM hanya melakukan kontrol agar penjualan tersebut tidak lantas menurunkan produktivitas terhadap kedua asset PLTP Chevron. Dengan demikian, penjualan listrik ke PLN tetap stabil, baik sebelum maupun sesudah akuisisi.
Sementara itu, Syamsu Alam, Direktur Hulu Pertamina, menjelaskan Pertamina terus aktif dan berkomitmen untuk mengembangkan panas bumi. Beberapa proyek sudah dapat diselesaikan tahun ini dan lebih cepat dari target. “Untuk PLTP Chevron, tim kami sudah melakukan evaluasi sesuai dengan tahapan yang ditentukan dalam proses bidding,” kata dia.
Menurut Syamsu, jika Pertamina yang menang bidding, tentu akan terus di-maintain yang sekarang dan dikembangkan upside potential yang ada untuk menambah kapasitas. “Kesiapan SDM saya kira tidak masalah. SDM yang mengelola aset di sana sudah sangat professional,” katanya.
Total kapasitas terpasang PLTP yang dikelola PGE saat ini tercatat 457 MW. Pasokan produksi listrik panas bumi tersebut berasal dari lima unit PLTP Kamojang dengan total kapasitas 235 MW di wilayah kerja panas (WKP) bumi Kamojang-Darajat, Jawa Barat. Kemudian empat unit PLTP Lahendong berkapasitas 100 MW di WKP Lahendong, Sulawesi Utara, dan dua unit PLTP Ulubelu berkapasitas 110 MW di WKP Gunung Way Panas, Lampung serta PLTP Sibayak di WKP Gunung Sibayak-Gunung Sinabung, Sumatera Utara berkapasitas 12 MW.(RA/RI)
Komentar Terbaru