TAPANULI SELATAN – Kerugian akibat terhentinya operasi Tambang Emas Martabe memang sulit dihindari. Tambang modern itu tdak mungkin melanjutkan produksi, tanpa adanya pipa pembuangan sisa air produksi, yang pemasangannya terganjal oleh aksi provokasi segelintir orang.
Seharusnya, pipa yang mengalirkan sisa air produksi ke Sungai Batangtoru, Tapanuli Selatan itu sudah mulai dipasang pada 4 September 2012. Namun aksi unjuuk rasa ribuan warga, menolak rencana pemasangan infrastruktur vital pabrik pengolahan bijih emas itu.
Padahal sosialisasi sudah dilakukan berbulan-bulan ke semua warga, termasuk kepada seluruh tokoh dan pemuka masyarakat, di semua desa yang menggantungkan hajatnya pada Sungai Batangtoru. Mereka mendapatkan penjelasan bahwa air yang dialirkan sama sekali tidak berbahaya, baik bagi warga yang menggunakan air sungai, maupun bagi ekosistem sungai itu sendiri.
Pengaliran air ke Sungai Batangtoru itu pun, sudah melalui studi kelayakan intensif dan mendapat izin seperti tertera dalam dokumen Analisis Masalah dan Dampak Lingkungan (AMDAL) yang disetujui Bupati Tapanuli Selatan, pada Maret 2008.
Dalam dokumen AMDAL yang juga disosialisasikan kepada warga, disebutkan bahwa kelebihan air yang sebenarnya sebagian besar diakibatkan tingginya curah hujan, akan diproses dalam Instalasi Pemurnian Air atau Water Polishing Plant (WPP).
Instalasi pemrosesan air itu, telah dirancang dan dibangun di dalam areal Tambang Emas Martabe. Air yang dihasilkan pun sudah memenuhi standar baku mutu, berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 202 tahun 2004, sebelum dilepas kembali ke lingkungan.
Namun sekonyong-konyong, penduduk yang tadinya mendukung, tiba-tiba berubah sikap. Beberapa sumber Dunia Energi di Batangtoru menyebutkan, perubahan sikap warga itu akibat provokasi segelintir orang yang mengatasnamakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Tapanuli Selatan.
Menariknya, beberapa orang yang mengatasnamakan LSM lokal itu, sebelumnya berupaya meminta sejumlah uang ke Manajemen Martabe, untuk mengawal memuluskan pemasangan pipa. Namun karena tidak dipenuhi, mereka berbalik berkampanye kepada warga untuk menolak pemasangan pipa tersebut.
Presiden Direktur Tambang Emas Martabe, Peter Albert tidak mau menanggapi kabar seputar adanya provokasi tersebut. Menurutnya, sejak awal beroperasi, Tambang Emas Martabe selalu berupaya mengikuti aturan hukum yang berlaku, dan bermusyawarah dengan warga dalam setiap mengambil keputusan.
Namun Peter membenarkan, bahwa ada informasi salah yang beredar di masyarakat, mengenai air beracun dan isu lain terkait aliran air ke sungai yang akan mencemari lingkungan. “Ini sama sekali tidak benar, Pemerintah Indonesia tidak akan pernah menyetujui dialirkannya air beracun,” tandasnya pada Selasa, 9 Oktober 2012.
Ia pun menandaskan, Tambang Emas Martabe tidak akan pernah mengambil langkah, yang jelas-jelas akan berdampak negatif pada lingkungan. “Kami sepenuhnya berkomitmen pada upaya pelestarian sosial dan lingkungan, beroperasi dengan standar tertinggi yang akan menjamin keuntungan bagi semua pemangku kepentingan,” tegas Peter lagi.
Maka dari itu, terkait perkembangan terakhir Tambang Emas Martabe yang harus berhenti beroperasi sejak 19 September 20212, Peter memohon ketegasan dan aksi nyata dari para pemangku kepentingan, termasuk pemerintah untuk menjernihkan masalah ini.
“Ketegasan pemerintah dan para pemangku kepentingan diperlukan, agar tidak membuka peluang pada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, untuk semakin memperkeruh situasi. Karena pada akhirnya yang harus menanggung kerugian paling besar adalah masyarakat sendiri,” tutur Peter lagi.
Berlandaskan pada itikad baik, Peter mengaku yakin, kesepahaman akan tercapai dan instalasi pipa tersebut bisa segera dibangun. Ia juga yakin pemerintah dan masyarakat Indonesia, tidak akan mau kehilangan peluang pertumbuhan sosial dan ekonomi , yang bisa dipetik masyarakat Tapanuli Selatan, Sumatera Utara dan masyarakat Indonesia pada umumnya, dari kehadiran Tambang Emas Martabe.
(Abraham Lagaligo / abrahamlagaligo@gmail.com)
semangat penolakan harus terus digelorakan demi kelestarian sungai batangtoru dan Generasi Tapanuli selatan di masa mendatang btw membuang limbah kesungai atau laut adalah perbuatan picik setelah emasnya mereka ambil lalu limbahnya ditinggalkan.
hasan son