JAKARTA – PT Pertamina (Persero), badan usaha milik negara di sektor energi terintegrasi, menargetkan bisa menuntaskan konstruksi proyek revitalisasi Kilang Balikpapan tahap pertama pada Juni 2019. Proyek dengan investasi berkisar US$4,5 miliar-US$4,6 miliar itu akan digarap Pertamina sendiri, tanpa melibatkan mitra strategis.
“Penyelesaian konstruksi proyek revitalisasi Kilang Balikpapan tidak sampai tiga tahun karena Juni 2019 harus sudah selesai,” ujar Rachmad Hardadi, Direktur Pengolahan Pertamina.
Proyek revitaliasi Kilang Balikpapan merupakan salah satu dari empat kilang yang masuk dalam Refinery Development Master Plan (RDMP) yang tengah dijalankan Pertamina. Tiga kilang lainnya adalah Kilang Dumai, Cilacap, dan Balongan. Sementara itu, Kilang Plaju Sungai Gerong akan menjadi proyek selanjutnya.
Kilang Balikpapan merupakan proyek revitalisasi pertama yang dijalankan. Pertamina membagi dalam dua tahap pembangunan. Tahap pertama investasinya sebesarnya US$2,4 miliar –US$2,6 miliar. Tahap kedua itu sekitar US$2 miliar-US$2,2 miliar.
Menurut Rachmad, tahap pertama direncanakan selesai konstruksinya pada Juni 2019. Setelah itu, pada Juni-September dilanjutkan dengan uji coba (commissioning). Perseroan menargetkan Kilang Balikpapan beroperasi pada September atau Oktober 2019.
“Untuk tahap kedua, kami lakukan 2018 dan kira-kira akan selesai 2021. RDMP Balikpapan selesai seluruhnya pada 2021,” kata dia.
Rachmad mengatakan proyek revitalisasi Kilang Balikpapan menarik karena Pertamina mengubah tahap-tahap pembangunannya. Seharusnya tahapannya dimulai dari pre-BFS (bankable feasibility study), BFS lalu BED (basic engineering design) lalu FEED (front end engineering design). Setelah itu masuk FID (final investment decision), baru kemudian masuk kontrak EPC (engineering, procurement and construction).
“Kalau Balikpapan kami kerjakan dulu sekarang BED visible dan kami juga mampu mengerjakan sendiri. Kemudian kami lakukan BED, belum selesai FEED kami stop. Nah FEED detail di dalamnya sudah ketahuan, ini yang kami lakukan,” ungkap dia.
Saat itu, lanjut Rachmad, dimensi proyek kilang sudah ketahuan, material semuanya sudah terlihat. Inilah yang kemudian menjadi dasar untuk memesan long lead item (LLI) atau long lead equipment (LLE). Dengan begitu, saat BED dan FEED selesai dan Pertamina harus memesan di manufaktur, pabrik sudah siap produksi.
“Dengan cara itu jadi pembangunan kilang bisa dipercepat. Normalnya 5-6 tahun, kita bisa potong hingga setengahnya,” tukas dia.
Rachmad menegaskan keputusan Pertamina untuk mengerjakan proyek revitalisasi Kilang Balikpapan sendiri juga karena masalah waktu. Saat awal akan dikerjakan bersama mitra dan kemudian tidak mencapai kata sepakat, waktu satu tahun sudah terbuang.
“Kalau kami harus bicara dengan mitra lain, akan kehilangan waktu satu tahun lagi. Disisi lain, harus ada yang kami selesaikan,” tegas dia.
Dirgo Purbo, pakar ketahanan energi dan pengajar geo ekonomi Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas), mengatakan langkah Pertamina mempercepat revitalisasi dan pembangunan kilang baru sangat strategis dalam upaya mengurangi ketergantungan impor BBM yang semakin meningkat seiring dengan pergerakkan ekonomi.
“Inilah salah satu jawaban agenda kepentingan nasional. Langkah ini sangat positif dalam upaya mempercepat untuk mengurangi impor BBM dan sekaligus menopang APBN yg tergerus devisanya,” ujar Dirgo.
Menurut dia, keputusan Pertamina untuk melakukan revitaliasi kilang Balikpapan tanpa menjalin kerja sama dengan mitra strategis juga sangat baik. Bahkan, jika perlu Pertamina menggunakan mata uang rupiah dalam setiap transaksi di proyek tersebut.
“Ini juga untuk antisipasi keuntungan yang akan diperoleh langsung kembali ke korporat dan tidak ada split keuntungan bagi pihak investor,” kata Dirgo.
Inas Nasrullah Zubir, Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Hanura, mengatakan setelah proyek RDMP tuntas, Pertamina diharapkan dapat memiliki daya saing tinggi di kawasan Asia Pasifik.
“Idealnya kilang tersebut benar-benar 100% milik Pertamina, seperti sekarang dan harus menjadi kebanggaan nasional,” tegas Inas.
Harry Poernomo, Anggota Komisi VII DPR lainnya dari Fraksi Gerindra, menyebutkan, meski margin keuntungan dari investasi kilang relatif kecil, kebutuhan BBM pasar domestik yang sangat besar membuat proyek revitalisasi dan pembangunan kilang baru menjadi sangat penting.
“Untuk meningkatkan keuntungan juga harus diintegrasikan dengan unit petrokimia,” tandas dia.(RA/RI/AT)
Komentar Terbaru