JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan penundaan pungutan dana ketahanan energi (DKE) memberi kesempatan kepada semua pihak untuk terus memyempurnakan persiapan, baik berupa landasan hukum yang lebih kuat, persiapan kelembagaan, mekanisme penghimpunan dan pemanfaatan, dan komunikasi yang lebih luas dengan stakeholders.
Pemerintah dalam Rapat Kabinet Terbatas, kemarin, telah memutuskan untuk menunda pembentukan dan pungutan dana ketahanan energi. Rencana pembentukan DKE sendiri mengemuka sejak pertengahan tahun lalu melalui berbagai forum publik. Konsep awal perlunya dibentuk DKE juga pernah dikemukakan dalam Rapat Kerja Pemerintah dengan Komisi VII DPR pada September 2015. Menindaklanjuti komunikasi dengan Komisi VII tersebut, pada November 2015 Kementerian ESDM memulai inisiatif penyusunan regulasi, yang pada saat ini masih terus disempurnakan.
Sudirman Said, Menteri ESDM, mengatakan bersamaan dengan proses peninjauan harga BBM reguler yang dilakukan setiap tiga bulan, rencana pembentukan DKE menjadi wacana publik yang sangat luas. Banyak pihak baik anggota DPR, pengamat energi dan perminyakan, aktivis organisasi sosial kemasyarakatan, dan akademisi telah menyampaikan saran, kritik, masukan, dan rekomendasi jalan keluar.
“Saya percaya bahwa banyaknya masukan merupakan pertanda bahwa kita memilki kepedulian yang tinggi dalam pengelolaan energi nasional. Saya menyimak seluruh masukan-masukan kritis, dan mendapat kesan bahwa hampir seluruh pihak mendukung gagasan pembentukan DKE, dengan syarat landasan hukum dan mekanisme pengelolaannya diperkuat agar menjaga prinsip prinsip transparansi dan good governance,” ungkap Sudirman, Selasa.
Menurut dia, perlunya terus mengkaji dan mempedomani UU Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, dan PP Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional.Kedua payung hukum tersebut mengamanatkan agar dibentuk Strategic Petroleum Reserves (SPR), suatu cadangan simpanan minyak mentah dan BBM yang hanya digunakan dalam keadaan darurat, yang sampai saat ini kita tidak memilikinya sama sekali.
“Bandingkan dengan negara negara lain seperti Myanmar yanng memiliki cadangan empat bulan, Vietnam 47 hari, Thailand 80 hari, Jepang 6 bulan, dan Amerika Serikat 7 bulan,” kata dia.
UU Energi dan Kebijakan Energi Nasional juga memberi mandat agar pada 2025 bauran energi baru dan energi terbarukan kita sudah mencapai 23 %.Sementara saat ini bauran EBT kita baru mencapai 7%. Di samping itu, pemerintah wajib mempercepat pembangunan akses energi bagi 2.519 desa yang letaknya amat sulit, masih belum terjangkau listrik sama sekali, yang hanya bisa dipasok energi berbasis energi baru dan terbarukan. Begitupun 12.659 desa hanya bisa ditingkatkan akses energinya dengan basis EBT.
Sudirman mengatakan mandat dark kebijakan energi tersebut hanya bisa dicapai jika Indonesia memiliki sumber daya tambahan untuk memberi stimulus dan membiayai program program rintisan, yang belum memungkinkan diserahkan kepada korporasi atau pelaku bisnis energi.
“Belajar dari negara negara sahabat kita, pembentukan dan pengelolaan DKE menjadi penanda kehati- hatian dan kepedulian akan masa depan. Karena itu bahkan negara yang kaya minyak sekalipun seperti Norwegia telah lama membentuk sana semacam ini,” tandas dia.
Norwegia memiliki DKE senilai US$ 17 miliar, plus Petroleum Fund senilai US$ 836 miliar. Selain itu, Inggris dan Australia memiliki masing masing US$1,5 miliar dan US$1,8 miliar.(AT)
Komentar Terbaru